MANCHUNIAN

MANCHUNIAN

Selasa, 19 April 2011

Asal Usul Suku Baduy

Menyimak cerita rakyat khususnya di wilayah Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak umumnya sewilayah Banten maka suku Baduy berasal dari 3 tempat sehingga baik dari cara berpakaian, penampilan serta sifatnyapun sangat berbeda
I. Berasal dari Kerajaan Pajajaran / Bogor

Konon pada sekitar abad ke XI dan XII Kerajaan Pajajaran menguasai seluruh tanah Pasundan yakni dari Banten, Bogor, priangan samapai ke wilayah Cirebon, pada waktu itu yang menjadi Rajanya adalah PRABU BRAMAIYA MAISATANDRAMAN dengan gelar PRABU SILIWANGI.

Kemudian pada sekitar abad ke XV dengan masuknya ajaran Agama Islam yang dikembangkan oleh saudagar-saudagar Gujarat dari Saudi Arabia dan Wali Songo dalam hal ini adalah SUNAN GUNUNG JATI dari Cirebon, dari mulai Pantai Utara sampai ke selatan daerah Banten, sehingga kekuasaan Raja semakin terjepit dan rapuh dikarenakan rakyatnya banyak yang memasuki agama Islam. Akhirnya raja beserta senopati dan para ponggawa yang masih setia meninggalkan keraan masuk hutan belantara kearah selatan dan mengikuti Hulu sungai, mereka meninggalkan tempat asalnya dengan tekad seperti yang diucapkan pada pantun upacara Suku Baduy “ Jauh teu puguh nu dijugjug, leumpang teu puguhnu diteang , malipir dina gawir, nyalindung dina gunung, mending keneh lara jeung wiring tibatan kudu ngayonan perang jeung paduduluran nu saturunan atawa jeung baraya nu masih keneh sa wangatua”

Artinya : jauh tidak menentu yang tuju ( Jugjug ),berjalan tanpa ada tujuan, berjalan ditepi tebing, berlindung dibalik gunung, lebih baik malu dan hina dari pada harus berperang dengan sanak saudara ataupun keluarga yang masih satu turunan “

Keturunan ini yang sekarang bertempat tinggal di kampong Cibeo ( Baduy Dalam )

dengan cirri-ciri : berbaju putih hasil jaitan tangan ( baju sangsang ), ikat kepala putih, memakai sarung biru tua ( tenunan sendiri ) sampai di atas lutut, dan sipat penampilannya jarang bicara ( seperlunya ) tapir amah, kuat terhadap Hukum adat, tidak mudah terpengaruh, berpendirian kuat tapi bijaksana.

II. Berasal dari Banten Girang/Serang

Menurut cerita yang menjadi senopati di Banten pada waktu itu adalah putra dari Prabu Siliwangi yang bernama Prabu Seda dengan gelar Prabu Pucuk Umun setelah Cirebon dan sekitarnya dikuasai oleh Sunan Gunung Jati, maka beliau mengutus putranya yang bernama Sultan Hasanudin bersama para prajuritnya untuk mengembangkan agama Islam di wilayah Banten dan sekitarnya. Sehingga situasi di Banten Prabu Pucuk Umun bersama para ponggawa dan prajurutnya meninggalkan tahta di Banten memasuki hutan belantara dan menyelusuri sungai Ciujung sampai ke Hulu sungai , maka tempat ini mereka sebut Lembur Singkur Mandala Singkah yang maksudnya tempat yang sunyi untuk meninggalkan perang dan akhirnya tempat ini disebut GOA/ Panembahan Arca Domas yang sangat di keramatkan .

Keturunan ini yang kemudian menetap di kampung Cikeusik ( Baduy Dalam ) dengan Khas sama dengan di kampong Cikeusik yaitu : wataknya keras,acuh, sulit untuk diajak bicara ( hanya seperlunya ), kuat terhadap hukum Adat, tidak mudah menerima bantuan orang lain yang sifatnya pemberian, memakai baju putih ( blacu ) atau dari tenunan serat daun Pelah, iket kepala putih memakai sarung tenun biru tua ( diatas lutut ).

III. Berasala dari Suku Pangawinan ( campuran )

Yang dimaksud suku Pengawinan adalah dari percampuran suku-suku yang pada waktu itu ada yang berasal dari daerah Sumedang, priangan, Bogor, Cirebon juga dari Banten. Jadi kebanyakanmereka itu terdiri dari orang-orang yang melangggar adat sehingga oleh Prabu Siliwangi dan Prabu Pucuk Umun dibuang ke suatu daerah tertentu. Golongan inipun ikut terdesak oleh perkembangan agama Islam sehingga kabur terpencar kebeberapa daerah perkampungan tapi ada juga yang kabur kehutan belantara, sehingga ada yang tinggal di Guradog kecamatan Maja, ada yang terus menetap di kampong Cisungsang kecamatan Bayah, serta ada yang menetap di kampung Sobang dan kampong Citujah kecamatan Muncang, maka ditempat-tempat tersebut di atas masih ada kesamaan cirikhas tersendiri. Adapun sisanya sebagian lagi mereka terpencar mengikuti/menyusuri sungai Ciberang, Ciujung dan sungai Cisimeut yang masing-masing menuju ke hulu sungai, dan akhirnya golongan inilah yang menetap di 27 perkampungan di Baduy Panamping ( Baduy Luar ) desa Kanekes kecamatan Leuwidamar kabupaten Lebak dengan cirri-cirinya ; berpakaian serba hitam, ikat kepala batik biru tua, boleh bepergian dengan naik kendaraan, berladang berpindah-pindah, menjadi buruh tani, mudah diajak berbicara tapi masih tetap terpengaruh adanya hukum adat karena merekan masih harus patuh dan taat terhadap Hukum adat.

Dari suku Baduy panamping pada tahun 1978 oleh pemerintah diadakan proyek PKMT ( pemukiman kembali masyarakat terasing ) yang lokasinya di kampung Margaluyu dan Cipangembar desa Leuwidamar kecamatan Leuwidamar dan terus dikembangkan oleh pemerintah proyek ini di kampung Kopo I dan II, kampung Sukamulya dan kampung Sukatani desa Jalupangmulya kecamatan Leuwidamar .

Suku Baduy panamping yang telah dimukimkan inilah yang disebut Baduy Muslim, dikarenakan golongan ini telah memeluk agama Islam, bahkan ada yang sudah melaksanakan rukun Islam yang ke 5 yaitu memunaikan ibadah Haji.

Kini sebutan bagi suku Baduy terdiri dari :

1. Suku Baduy Dalam yang artinya suku Baduy yang berdomisili di Tiga Tangtu ( Kepuunan ) yakni Cibeo, Cikeusik dan Cikertawana.

2. Suku Baduy Panamping artinya suku Baduy yang bedomisili di luar Tangtu yang menempati di 27 kampung di desa Kanekes yang masih terikatoleh Hukum adat dibawah pimpinan Puuun ( kepala adat ).

3. Suku Baduy Muslim yaitu suku Baduy yang telah dimukimkan dan telah mengikuti ajaran agama Islam dan prilakunya telah mulai mengikuti masyarakat luar serta sudah tidak mengikuti Hukum adat.

Adapun sebutan siku Baduy menurut cerita adalah asalnya dari kata Badui, yakni sebutan dari golongan/ kaum Islam yang maksudnya karena suku itu tidak mau mengikuti dan taat kepada ajaran agama Islam, sedangkan disaudi Arabia golongan yang seperti itu disebut Badui maksudnya golongan yang membangkang tidak mau tunduk dan sulit di atur sehingga dari sebutan Badui inilah menjadi sebutan Suku Baduy.


Sumber:http://id.shvoong.com/social-sciences/1925540-asal-usul-suku-baduy/#ixzz1JwhXTJcQ



Bersama Suku Baduy
Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa Barat, desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan adalah Ciboleger.
Inilah desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan umum dari Pandeglang (Jawa Barat). Dari sini baru kita bisa memasuki wilayah suku Baduy Luar.

Sebelumnya harus melapor dulu dengan pimpinan adatnya yang di sebut Jaro. Ada beberapa Jaro yang mempunyai tugas masing-masing. Kita harus melapor dengan jaro yang tugas membina hubungan dengan kebudayaan luar atau di sebut juga Jaro Pulung.
Wilayah Baduy meliputi Cikeusik, Cibeo, dan Cikartawarna. Nama Baduy sendiri diambil dari nama sungai yang melewati wilayah itu sungai Cibaduy.
Di desa ini tinggal suku Baduy Luar yang sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya.
Baduy luar atau biasanya mereka menyebutnya Urang Panamping. Cirinya, selalu berpakaian hitam.

Rumah mereka di dirikan diatas batu (ini kepercayaan mereka bahwa rumah supaya kokoh harus berdiri di atas batu)
Umumnya orang Baduy luar sudah mengenal kebudayaan luar (diluar dari kebudayaan Baduy-nya sendiri) seperti bersekolah sehingga bisa membaca dan menulis, bisa berbahasa Indonesia. Mata pencaharian mereka bertani.

Gula aren adalah hasil dari mereka. Didaerah sana memang banyak terdapat pohon aren.


Hasil pertanian mereka berupa beras bisanya mereka simpan di lumbung padinya yang ada di setiap desa. Selain beras meraka juga memabuat kerajinan tangan seperti tas koja yang bahannya terbuat dari kulit kayu yang di anyam.
Sedangkan suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Kebudayaan mereka masih asli, dan sulit sekali masyarakat lainnya yang ingin masuk apalagi tinggal bersama suku Baduy Dalam. Selain itu tidak bisa sembarangan orang masuk ke wilayah suku Badui Dalam. Sampai tulisan ini saya tulis, saya sendiri belum pernah masuk ke wilayah Baduy Dalam, foto-foto yang saya dapat hanya sebatas di wilayah Baduy Luar, karena untuk mencapai wilayah Baduy dalam harus diperlukan penunjuk jalan dan ijin dari pimpinan adatnya serta harus mematuhi ketentuan yang sangat berat seperti di larang membawa kamera.



Orang Baduy dalam terkenal teguh dalam tradisinya. Mereka selalu berpakaian warna putih dengan kain ikat kepala serta golok. Semua perlengkapan ini mereka buat sendiri dengan tangan. Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing, mereka juga tidak beralas kaki. Meraka pergi kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang, jadi mereka tidak pernah menggunakan kendaraan. Masyarakat luar sulit sekali masuk wilayah Baduy dalam apa lagi mengambil fotonya. Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku Baduy sendiri. Kepercayaan mereka adalah Sunda Wiwitan, mereka tidak mengenal sekolah, huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasanya Sunda.


Mereka tidak boleh mempergunakan peralatan atau sarana dari luar. Jadi bisa di bayangkan mereka hidup tanpa menggunakan listrik, uang, dan mereka tidak mengenal sekolahan. Salah satu contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari peralatan luar adalah Jembatan Bambu. Jembatan ini dibuat tanpa menggunakan paku, untuk mengikat batang bambu mereka menggunakan ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi sungai.
KOMENTAR: suku baduy sangat kental dengan agama islamnya..dan penghasilannya banyak berasal dari pertanian padi
sumber:
http://members.tripod.com/st_benny/perjalanan/badui/suku_badui.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar