MANCHUNIAN

MANCHUNIAN

Senin, 14 April 2014

UNDANG-UNDANG NO.19 TENTANG HAK CIPTA


1.      PENGERTIAN
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

BAB II
LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2

(1)   Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak cipnyataannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
(1)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)   Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

2.      KETENTUAN HUKUM
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1). Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta terdiri, dari 15 bab, 78 pasal. Adapun inti dari tiap bab, antara lain:
Bab I                          : Ketentuan Umum (pasal 1)
Bab II                         : Lingkup Hak Cipta (pasal 2-28)
Bab III                        : Masa Berlaku Hak Cipta (pasal 29-34)
Bab IV                        : Pendaftaran Ciptaan (pasal 35-44)
Bab V                         : Lisensi (pasal 45-47)
Bab VI                        : Dewan Hak Cipta (pasal 48)
Bab VII                       : Hak Terkait (pasal 49-51)
Bab VIII                      : Pengelolaan Hak Cipta (pasal 52-53)
Bab IX                        : Biaya (pasal 54)
Bab X                         : Penyelesaian Sengketa (pasal 55-66)
Bab XI                        : Penetapan Sementara Pengadilan (pasal 67-70)
Bab XII                       : Penyidikan (pasal 71)
Bab XIII                      : Ketentuan Pidana (pasal 72-73)
Bab XIV                      : Ketentuan Peralihan (pasal 74-75)
Bab XV                       : Ketentuan Penutup (pasal 76-78)

3.      BATASAN MASALAH
-          Mengapa dibutuhkan UU hak cipta
-          Prosedure Pendaftaran hak cipta
-          Lama berlakunya hak cipta seseorang
-          Bagaimana penerapan UU hak cipta di Indonesia?
-          Apakah masih banyak kasus penyalahgunaan UU hak cipta di Indonesia?
-          Penyebab munculnya penyalahgunaan UU hak cipta?
-          Apa saja usaha konkrit pemerintah Indonesia untuk mengurangi pembajakan?


4.      PEMBAHASAN
“Mengapa dibutuhkan UU Hak Cipta?”
Karena Hak Cipta memiliki fungsi sebagai berikut:
1.   Berfungsi untuk mencegah pihak mengeploitasi hasil karya tanpa seizing pemegang hak dalam jangka waktu tertentu.
2.   Berfungsi untuk member kesempatan pada pemegang hak untuk menyebarluaskan hasil karya yang dimilikinya tanpa rasa khawatir akan kehilangan kendali terhadap hasil karya yang dimilikinya.
3.   Berfungsi untuk mendorong suatu kreativitas serta inovasi dan juga  disertai dengan pemesaran yang terkendali.
4.      Hak cipta berfungsi untuk melindungi konsumen.


Pendaftaran Hak cipta di atur dalam UU bab IV seperti yang tertera di bawah ini:

BAB IV
PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 35
(1)   Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan.
(2)   Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
(3)   Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
(4)   Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.

Pasal 36
Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.

Pasal 37
(1) Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
(2) Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya.
(3) Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan secara lengkap.
(4)   Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
(5) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
(6)   Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 38
Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.

Pasal 39
Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:
a.       Nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;
b.      Tanggal penerimaan surat Permohonan;
c.       Tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
d.      Nomor pendaftaran Ciptaan.

Pasal 40
(1) Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 41
(1)  Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.
(2)   Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya.
(3)   Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 42
Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.

Pasal 43
(1) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.
(2) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.


Pasal 44
Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:
a.    Penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b.      Lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;
c.       Dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Lama berlakunya hak cipta adalah 50 tahun seperti yang tertera pada pasal 34

Bagaimana Penerapan UUHC di Indonesia??
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar di dunia. Jumlah penduduk yang sangat besar tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan hasil kebudayaan yang ikut tumbuh dengan banyak penduduk. Hasil kebudayaan itu bisa berupa musik, seni kriya, seni sastra, dan lain-lain.Selain itu, “karya cipta tidak lagi sekedar lahir karena semata-semata hasrat, perasaan, naluri, dan untuk kepuasan batin penciptanya sendiri tetapi dilahirkan karena keinginan untuk mengabdikan kepada suatu nilai atau sesuatu yang dipujanya kepada lingkungan maupun kepada manusia di sekelilingnya” (Simatupang, 2003:68). Hal-hal semacam ini tentunya patut mendapatkan perlindungan dari pemerintah agar tidak ditiru oleh orang lain.
Pada masa sekarang, masih banyak orang yang belum memahami makna tentang Hak Cipta. Disebutkan dalam UU No 19 Th. 2002 pasal 1 Tentang Hak Cipta bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masih banyak ditemui kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan baik oleh individu maupun oleh kelompok tertentu terhadap karya seseorang. Banyak penyebab yang menjadikan pembajakan semacam ini bisa menyebar luas di Indonesia, terutama di bidang teknologi. Penyebab-penyebab itu antara lain;
-          kurangnya kesadaran akan pentinganya hak cipta di kalangan masyarakat Indonesia
-          motif ekonomi yang memaksa masyarakat untuk melakukan pelanggaran hak cipta
-          aksesibilitas yang lebih mudah
Dengan keuntungan yang demikian besar dan modal kecil yang dibutuhkan untuk menjual produk bajakan ke para pelanggan, menjadikan kasus-kasus semacam ini menjadi tumbuh subur di kalangan masyarakat. Meskipun undang-undang telah dibuat, sepertinya hal itu tidak membuat jera para pelaku pembajakan.
Di dalam UU No. 19 Tahun 2002 pasal 66 bahkan disebutkan bahwa hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta. Hal ini berarti “pelaku pelanggaran hak cipta, selain dapat dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana” (Rachmadi, 2003:159).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan di dalam bidang ilmu pengetahuan, seni serta sastra seperti yang tertuang di dalam UU No. 19 Tahun 2002 Pasal 11 Tentang Hak Cipta.
Dalam UUHC 2002 juga ditegaskan bahwa Hak Cipta tidak berarti mutlak. Maksudnya, hak-hak kepentingan umum juga diperhatikan selain hak individualitas. Terutama dalam hal ini adalah ciptaan yang dianggap bisa mengganggu dan mencelakakan orang banyak. Hal ini juga dipertegas lagi dalam sistem demokrasi kita yang “memberi gambaran tentang adanya tujuan yang ingin dicapai oleh negara melalui hak-hak individual sesuai dengan asasinya dalam koridor manajemen nasional” (Sumarsono, dkk, 2002:33)
Dari paparan di atas, bisa diketahui bahwa hukum di Indonesia sudah jelas dalam mengatur Hak Cipta. Hal ini lebih baik daripada beberapa puluh tahun yang lalu. Meskipun begitu tingkat pembajakan di Indonesia tetap saja tinggi.
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.

Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).

Contoh kasus pelanggaran UUHC? Klaim Malaysia atas lagu rasa sayange, reog ponorogo, kuda kepang, batik, wayang kulit, angklung, dan masih banyak klaim yang lainnya
Penyebab munculnya penyalahgunaan UUHC?
-          Kurangnya kesadaran akan pentinganya hak cipta di kalangan masyarakat Indonesia.
-          Motif ekonomi yang memaksa masyarakat untuk melakukan pelanggaran hak cipta.
-          Aksesibilitas yang lebih mudah.
Apa saja usaha konkrit mengurangi pembajakan?
Salah satu usaha konkritnya dapat dilihat dengan berdirinya lembaga-lembaga hak cipta di Indonesia antara lain:
·         KCI : Karya Cipta Indonesia
·         ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
·         ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
·         APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
·         ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
·         PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
·         IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
·         MPA : Motion Picture Assosiation
·         BSA : Bussiness Software Assosiation
·         YRCI : Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia

Contoh kasus:
Perseteruan Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dengan restoran cepat saji A&W menyeret nama penyanyi kondang Glenn Fredly. Glenn yang lagunya ikut diputar oleh restoran A&W tanpa izin akan menjadi saksi kasus tersebut. "Nama Glenn sudah ada di dalam BAP, dia akan jadi saksi di pengadilan nanti," jelas Mahendradatta selaku kuasa hukum YKCI di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, kawasan Kebayoran Baru, Kamis (9/11/2006). Selaku pemegang kuasa yang sah dari 2500 pencipta lagu, YKCI pada Senin (20/3/2006) melaporkan A&W Family Restaurant ke Polres Metro Jakarta Selatan. Oleh YKCI, restoran cepat saji tersebut dianggap telah memutar lagu-lagu penyanyi Indonesia maupun mancanegera tanpa seizin si pencipta lagu. Selain Glenn, mereka yang juga ikut dirugikan A&W diantaranya Radja, Tito Sumarsono dan Andre Hehanusa. YKCI menduga pelanggaran yang dilakukan A&W tersebut telah berlangsung selama delapan tahun yaitu sejak 1998-2006. A&W dianggap melanggar pasal 72 Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Jika diketahui bersalah, Direktur A&W Zaina Siman yang menjadi tersangka kasus ini, diancam 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Pada Kamis (9/11/2006) ini kasus perseteruan A&W dengan YKCI sudah sampai pada tahap penyerahan bukti ke Kejaksaan Negeri Jakara Selatan. Sejumlah pengurus YKCI dan kuasa hukum yayasan tersebut ikut datang untuk membuktikan kalau kasus pelanggaran hak cipta ini memang serius ditangani mereka. Menurut Mahendradatta, bukti yang diserahkan adalah seperangkat komputer dan daftar lagu-lagu yang diputar tanpa izin Sebenarnya sebelum akhirnya melaporkan A&W ke Polres Jakarta Selatan, YKCI sudah telebih dahulu menyarankan pada A&W untuk mentaati UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta. Sayangnya saran YKCI tersebut dianggap angin lalu oleh restoran franchise asal Amerika Serikat itu. "Tadinya tidak menentang. Tapi kemudian mereka diberi informasi oleh sekelompok produser kalau pencipta lagu itu sudah tidak punya hak apa-apa. Padahal itu salah," jelas Mahendradatta. Restoran A&W dilanjutkan Mahendradatta hanyalah salah satu contoh dari banyaknya pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia. Sebenarnya masih ada sejumlah restoran lain dan hotel yang melakukan kesalahan sama seperti A&W.


Sumber:
http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002
http://caffri10.blogspot.com/2012/10/uu-nomor-19-tahun-2002-tentang-hak-cipta_9886.html
http://pusathki.uii.ac.id/konsultasi/konsultasi/ciptaan-yang-tidak-ada-hak-ciptanya.html
http://nuzululkarima.blogspot.com/2011/06/contoh-kasus-pelanggaran-hak-cipta.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar